Pertempuran laut Arafuru

Sumber Angkasa
KALAU SAJA TERPEDO SUDAH MELENGKAPI ARMADA KAPAL CEPAT STC-9
PIMPINAN KOLONEL SUDOMO, MUNGKIN TIDAK AKAN SETRAGIS ITU
PERTEMPURAN MELAWAN FRIGAT BELANDA..!!
Kolonel Laut Sudomo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Direktorat Operasi dan Latihan MBAL, dan mendapat perintaj langsung dari Men / Pangl Laksamana RE. Martadinata untuk menyiapkan sasaran operasi, cukup "pening" juga di buatnya. Namun sebagai perwira yang selalu siap menerima perintah atasan, Sudomo tidak gentar. Ia segera mengumpulkan staff nya. Pada saat itu ALRI baru saja membeli 8 unit Kapal Cepat Terpedo (KCT)/Motor Terpedo Boat (MTB) dari Jerman Barat. Empat diantaranya inilah yang kemudian di gunakan oleh Sudomo untuk mengangkut pasukan, yakni RI Macan Tutul, RI Macan Kumbang, RI Harimau, serta RI Singa. Satuan ini di beri nama Satuan Tugas Khusus ( STK )-9 yang langsung di komandani oleh Kolonel Sudomo.


2000 mil laut
STC-9 di berangkatkan dari Tanjung Priok, Jakarta pada malam 9 Januari 1962. Untuk mencapai daerah operasi, STC-9 harus menempuh jarak perjalanan 2000 mil laut. Jarak sejauh ini memerlukan tiga tempat yang aman di tengah laut guna mengisi bahan bakar. Satu yang mengganjal fikiran Sudomo sebagai leader saat itu, adalah fakta bahwa armada STC-9 tidak mempunyai benteng pertahanan diri yang kuat. Terpedo sebagai senjata utama untuk menghadapi kapal-kapal musuh, belum melengkapi KCT ex Jerman Barat tersebut. Jerman yang kalah dalam PD II mendapat pembatasan produksi alutista termasuk terpedo sehingga KCT yang di beli Indonesia pun tidak bersama terpedonya. Awalnya pemerintah RI akan membeli terpedo produksi Inggris. Namun dengan mencuatnya konflik Irian Barat antara pemerintah RI dengan Belanda, Inggris pun menahan ekspor senjatanya kepada Indonesia. Alhasil STC-9 hanya bermodal kanon Bofors 40mm dan senapan mesin 12.7mm untuk pertahanan udara.Kelemahan lain adalah tidak adanya payung udara sebagaimana Belanda yang mempunyai pesawat Neptune. Padahal jelas-jelas operasi akan di laksanakan tengah malam. Sudomo jelas melaporkan masalah ini kepada Deputy I ALRI Komodor Yosaphat Sudarso. Namun apa kata Yos Sudarso, " saya ikut
berangkat...!"
Sudomo jelas kaget dan merasakan beban yang sangat berat. Pasalnya, Komodor Yos Sudarso adalah orang ke dua di ALRI. Sudomo awalnya menyarankan agar Komodor Yos Sudarso tidak ikut. Namun tidak berhasil. Beban semakin bertambah bagi Sudomo setelah mengetahui Asisten Operasi KSAD Kolonel Moersjid juga akan ikut. Akhirnya pasukan infiltran di bawa menggunakan pesawat C-130 Hercules dan mendarat di lapangan darurat di Pulau Langgur. Sudomo yang kala itu berpangkat Kolonel Laut, memimpin
armada STC-9 di anjungan RI Harimau. STC-9 bergerak dalam kepekatan malan dan hanya bermodal lampu kecil di bagian buritan kapal. Seluruh lampu lainnya di amtikan, demikian juga radio komunikasi. Dalam perjalanan jauh itu, RI Macan Kumbang mengalami gangguan mesin, sementara RI Singa tidak dapat mencapai check point titik temu ke tiga karena kehabisan bahan bakar di tengah jalan. Akhirnya dari empat KCT hanya tiga yang berhasil sampai ke perairan Pulau Udjir, merapat ke RI Mulatuli untuk menerima bahan bakar dan menampung pasukan infiltran.

Di Endus Belanda
Menjelang sore hari di RI Multatuli, Sudomo memberikan briefing terakhir. Hadir di sana Komodor Yosaphat Sudarso, Kolonel Moersjid, Kapten Wiratno dan lain-lain. Sudomo menjelaskan, pemberangkatan dari titik temu ketiga akan dilakukan pada pukul 18.00 WITA dengan kecepatan 20 mil per jam. Beriringan RI Harimau, lalu RI Macan Tutul, dan RI Macan Kumbang. Pelyaran tetap di lakukan secara silent black out yaitu mematikan lampu. Di tengah kegamangan, Kolonel Laut Sudomo kembali memujuk Yos Sudarso agar tidak ikut, namun tidak berhasil. Komodor Yos Sudarso kemudian di tempatkan di RI Macan Tutul, sementara dirinya dan Kolonel Moersjid berada di RI Harimau. Setiap kapal di awaki oleh 30 personil dan 40 infiltran putra asli Irian.
Sial bagi konvoi STC-9, sejak 20.25 pergerakan mereka sebenarnya sudah terpantau oleh pesawat pengintai Neptune AL Belanda yang sedang berpatroli sekitar 60 mil dari Vlakke Hoek. Pesawat di piloti oleh H.Moekardanoe, keturunan Indonesia yang masuk dinas AL Belanda. Moekardanoe kemudian melaporkan temuannya itu kepada kapal Belanda, Hr.MS Evertsen, Hr.Ms. Kortenear, dan Hr.Ms. Utrecht.
Dapat di tebak, Belanda berhasil mengepung armada STC yang akan melaksanakan operasi pendaratan rahasia. Pukul 21.45 WITA, Neptune Belanda meluncurkan roket suar. Sementara kapal Frigat dan Perusak AL Belanda bergerak mengepung konvoi. Kolonel Sudomo akhirnya menyadari juga bahwa armadanya telah terkepung dan siap di serang. Mimpi buruk sudah di depan mata.
Kapal Belanda di lengkapi dengan kanon 140mm sedangkan KTC hanya 40mm. Sudomo kemudian memerintahkan MTB putar haluan ke arah 239 agar bisa kembali ke pangkalan. Ketiga KCT pun kemudian cikar kanan secara bersamaan dengan kecepatan tinggi. Sial, kerusakan kemudi terjadi pada RI Macan Kumbang sehingga membuatnya malah berputar membuat lingkaran besar. Sementara RI Macan Tutul malah melakukan cikar ke arah 329 (bukan239) yang artinya mendekati Hr.MS Evertsen. Tak pelak Hr.MS Evertsen segera memuntahkan kanon 120mm nya karena mengira RI Macan Tutul akan meluncurkan terpedo. RI Macan Tutul membalas dengan tembakan 40mm, pertempuran Laut Aru berkobar. Tembakan ini kemudiannya sia-sia karena tidak dapat menjangkau Evertsen. Komodor Yos Sudarso
kemudian mengumandangkan semangat untuk pantang menyerah melalui radio. Suara yang serak..heroik..menggelegar..hingga membuat para veteran yang mengalaminya dan masih hidup pada saat ini, masih terngiang di telinga mereka suara heroik tersebut.
Pukul 22.10 tembakan Hr.MS Evertsen mengenai buritan RI Macan Tutuk dan menyebabkan kebakaran kecil. RI Macan Tutul mengibah haluan sambil terus di kejar oleh Hr.MS Evertsen sambil memberondongkan tembakan kanon nya. Pertempuran sudah berlangsung hampir setengah jam.
Pikul 22.30 tembakan Hr.MS Evertsentepat mengenai lambung tengah RI Macan Tutul. Kapal meledak, kebakaran besar terjadi..penumpangnya berhamburan terjun ke laut. Lima menit kemudian, tembakan kembali kanon Hr.MS Evertsen menghantam RI Macan Tutul sehingga berhenti
bergerak dan perlahan-lahan tenggelam pada pukul 22.50 WITA. Meskipun akan tenggelan....dan tau kanon nya tidak akan mampu mengenai musuh...RI Macan Tutul tetap membalas tembakan lawan..di samping tembakan senapan
personil yang tentu tidak mendatangkan kesan sama sekali....SEBUAH PERTEMPURAN YANG BEGITU HEROIK!
Hr.MS Evertsen sekarang beralih mengejar RI Harimau dan menghujaninya dengan tembakan kanon selama satu jam. Sementara Hr.MS Kortenaer mengejar RI Macan Kumbang. Namun kedua kapal dapat meloloskan diri dan selamat dari serangan tembakan yang datang bagai hujan. Kolonel Laut Sudomo segera mengirimkan kawat darurat ke MBAU agar segera mengirimkan pesawat pengebom TU-16 nya. Menurut Men/Pangal Laksamana RE. Martadinata, kawat itu memnag sampai ke Jakarta, namun MBAU saat itu kesulitan untuk memenuhi permintaan yang sifatnya mendadak dan tidak terencana. Masalah "tidak adanya kordinasi" antara AL dan AU saat itu mencuat menjadi polemik yang berkepanjangan.
Sesampai di Jakarta, Sudomo melapor ke Martadinata dan menyatakan ia akan mengundurkan diri karena telah gagal. Sementara 53 awak RI Macan Tutul di tawan Belanda, walaupun di kemudian hari di kembalikan lagi oleh Belanda. "Semua sudah sesuai dengan Rule of Game, maju terus pantang mundur...!" ujar Martadinata. "Kita telah kehilangan seorang putra terbaik Angkatan Laut. Agar perjuangannya tidak sia-sia, saya minta Kolonel Sudomo untuk melanjutkannya. Siapkan diri untuk bertugas di Komando Mandala Pembebasan Irian Barat, dan silahkan untuk revenge"
============