36 Jam

36 Jam di Kejar Patroli Belanda
KISAH AWAK KAPAL SELAM KRI NAGABANDA DALAM OPERASI TRIKORA
sumber Angkasa
Awal Juni 1962 kapal selam RI Nagabanda dan beberapa kapal selam lain yang tergabung dalam satuan kapal selam di berangkatkan dari Surabaya menuju titik rendezvous di sebuah teluk di Halmahera untuk mendapat perintah operasi lebih lanjut. Setiap kapal selam selain membawa awaknya, juga membawa 1 regu ( 12 orang ) RPKAD yang akan di turunkan di tempat yg di tentukan. Komandan satuan kapal selam adalah Letkol RP.Poernomo menyebutkan dalam istilah briefing, tujuan operasi adalah Tanah Merah, suatu tempat di Hollandia ( Jayapura ). Berangkat dari Halmahera, kapal selam menyusuri laut jauh di bagian utara Irian. Setelah berada di Tanjung Tanah Merah, mereka berlayar pada malam hari saja sambil mengisi baterai. Pukul lima pagi mereka menyelam lagi hingga matahari terbenam. Satuan kapal selam melakukan tugas pengintaian dan pemetaan menggunakan periskop untuk operasi pendaratan pada waktunya. Setelah tugas itu selesai, mereka kembali lagi ke titik rendezvous di Halmahera melalui jalur semula namun lebih dekat ke pantai.

Serangan Neptune AL Belanda
Pada malam keempat di sekitar Biak, pengisian baterai kembali di lakukan, namun terjadi sedikit keterlambatan karena adanya kerusakan teknis. Pukul 05.15 tiba-tiba datang perintah segera menyelam cepat sampai kedalaman 15 meter. Menyelam cepat merupakan sau prosedur untuk menyelamatkan diri agar terhindar dari serangan musuh. Sambil terengah-engah Mayor Tjipto Wignjoprajitno komandan RI Nagabanda, berteriak, " Godvert !! ( kurang ajar !
), mereka terbang di atas kita. Kalau mereka menjatuhkan bomnya, habislah kita !! ". Rupanya pagi itu sebuah pesawat pengintai Neptune AL Belanda mendekati RI Nagabanda dari arah belakang dan baru di ketahui awak kapal selam saat berada di atas mereka. Pada saat itulah Mayor Tjipto yang sedang berada di anjungan segera memerintahkan agar kapal segera menyelam cepat. RI Nagabanda terus menyelam hingga kedalaman 50 meter. Saat itulah terdengar bunyi ping....ping...ping...ping...!!!. Rupanya Neptune tersebut telah menjatuhkan radar bawah air Sonobouy. RI Nagabanda terus menyelam hingga kedalaman 70 meter. Tak berapa lama, bom laut juga di muntahkan oleh Belanda. Boom....Boomm.!!!terdengar beberapa ledakan.
Selama tiga jam awak RI Nagabanda bertahan di bawah, sambil terus berupaya menyelam lebih dalam lagi dan melaju secara zig zag. Bom laut terus di muntahkan. Kali ini dari Destroyer dan Frigat AL Belanda. Dengan serangan bertubi-tubi itu RI Nagabanda kritis juga. Efek terburuk terkena ledakan dan hancur. Keadaan menjadi lebih parah setelah terjadi kerusakan pada kemudi horizontal. Kapal tidak dapat di arahkan secara horizontal dan cenderung terus menyelam. Ini jelas berbahaya karena lama-lama kapal bisa pecah akibat tekanan air yang terlalu kuat. Komandan akhirnya mengambil keputusan untuk mematikan mesin penggerak listrik kapal agar kapal tidak menyelam terlalu dalam. Setelah itu mereka mencari " landasan cair " dengan cara mengurangi dan menambah air laut dalam tangki-tangki penyelaman. Landasan cair merupakan lapisan air laut dengan berat jenis labih tinggi dari lapisan air laut di sekelilingnya. Disanalah mereka berdiam diri sambil mematikan semua peralatan yg menimbulkan bunyi, bahkan gerak-gerik awak kapal pun di atur sedemikian rupa. Mereka bertahan dalam udara pengap, panas, dan kekurangan oksigen selama 36 jam sebelum akhirnya yakin kalau kawanan kapal AL Belanda sudah menjauh. Pukul 24.00 mereka naik secara perlahan-lahan ke permukaan laut dengan cara memompa air keluar. Ini sangat berbahaya karena makin ke atas pergerakan akan makin cepat dan kapal selam bisa terhenyak. Dari situ mereka berlayar lagi selama 3 hari untuk mencapai Halmahera. Di Halmahera, baru di ketahui, kerusakan kemudi horizontal di sebabkan daun kemudi kiri dan kanan lepas akibat ledakan bom laut kawanan Destroyer AL Belanda. RI Nagabanda kemudiannya melanjutkan perjalanan ke Surabaya untuk melaksanakan perbaikan
===========