TRIKORA : Kisah Kakekku
Credit for agan ..........?
Kakek ku adalah mantan Anggota TNI AD dengan pangkat terakhir Peltu...suatu saat bercerita tentang operasi Linud yang diikutinya di daerah Kaimana Irian Barat saat terjadi operasi Trikora.
Mengawali karir militer sebagai Tamtama (prajurit dua) di Satuan Kujang Siliwangi waktu itu dan setelah menempuh pendidikan Para di Batujajar beliau langsung dipersiapkan untuk mengikuti operasi Trikora merebuat Irian Barat. Beliau masih ingat bahwa selama latihan para prajurit Linud ini di driil dengan pesawat C47 Dakota, namun setelah terjadi penghadangan oleh pihak Belanda sampai sebuah C47 AURI terpaksa Ditching di laut maka pola penerjunan dirubah dengan menggunakan C130 Herculles yang kecepatannya lebih cepat dan memiliki kapasitas angkut yang lebih besar.
C130 merupakan pesawat baru dilingkungan TNI waktu itu, dimana Indonesia menjadi negara pertama diluar AS yang menggunakan pesawat tersebut, beliau bercerita bahwa pasukan TNI diberangkatkan menjelang malam menuju wilayah udara Irian Barat yang dikuasai Belanda. Terbang dengan menggunakan pesawat baru dan luas menimbulkan kenangan tersendiri tutur kakekku, beliau masih ingat bahwa dengan Herculles sekitar 60 orang tentara lengkap dengan persenjataan bisa langsung terbang dan siap diterjunkan, berbeda sekali dengan C47 Dakota yang sangat sempit. Lampu peringatan di kabin Heculles menyala dan Bintara Jump Master memerintahakan semua prajurit bersiap, satu-satu prajurit mulai loncat dan payung mengembang dengan sempurna disambut gelapnya malam hutan rimba Papua.
Begitu payung mengembang kakekku bercerita bahwa tidak sedikitpun titik cahaya dibawah yang bisa dijadikan patokan, semua gelap gulita hanya pesan Pelatih Para sewaktu beliau berlatih di Batujajar yang dia selalu ingat
"Kaki rapat kepala disimpan"...
Terjun dikegelapan malam, tanpa secercah cahaya yang bisa dijadikan patokan membuat para parjurit TNI hanya bisa berserah diri, sesuai teori hanya diperlukan waktu beberapa menit saja setelah loncat dari ketinggian sekitar 1200 feet untuk menyentuh tanah, tetapi medan dilapangan sungguh jauh berbeda dengan apa yang diharapkan. Tajuk pohon dirimba Papua yang menjulang tinggi menjadi hambatan utama dalam kegiatan infiltrasi udara. Kakekku bercerita bahwa beliau tersangkut pada pohon yang cukup tinggi dan untuk beberapa saat beliau kesulitan mencari orientasi atas dan bawah karena pekatnya malam. Sampai semuanya terasa kembali normal kakekku mulai mencari cara untuk turun kebawah. Tetapi kaki terasa menggantung dan angin dingin terasa dari arah bawah, beliau memutuskan untuk menggunakan tali paying parasut untuk mengukur ketinggian pohon dengan helm baja sebagai pemberat. Betapa terkejutnya beliau setelah tiga kali memotong dan menyambung tali parasut barulah helmnya bisa menyentuh tanah. Demi keamanan beliau memilih menunggu besok pagi untuk turun kebawah agar semuanya bias jelas terlihat.
Pagi sekali beliau sudah turun ke tanah dengan menggunakan tali parasut yang disatukan beberapa lembar menjadi satu, sungguh terkejut kakekku ternyata tinggi pohon yang semalam dia tinggali hamper 30 meter lebih dengan tajuk yang rimbun, dalam briefing disebutkan bahwa untuk konsolidasi digunakan sinyal cahaya dan sandi suara, tetapi karena medan yang begitu sulit terpaksa menggunakan bunyi tembakan yang sebetulnya riskan sekali dan dapat dengan mudah diketahui posisi oleh musuh. Kecepatan angin pada waktu penerjunan menyebabkan jarak antar peterjun tercecer cukup jauh ditambah lebatnya hutan Irian Barat yang buas dan berawa menjadi hal tersulit untuk melakukan konsolidasi.
Hari pertama terdengar ada bunyi tembakan walaupun jauh, baru pada hari kedua beliau bertemu dengan rekannya dalam kondisi patah tulang pada bagian pinggang. Ternyata rekannya memaksakan turun dari pohon pada malam hari penerjunan sehingga terpeleset dari ketinggian pohon sampai tulangnya patah pada bagian pinggang. “Saya hanya sempat membuatkan bivak dari ponco untuknya, menidurkannya, memberikan tambahan makanan serta menggenggamkan geranat ketangan dia, untuk dia bunuh diri kalau tertangkap musuh, prosedurnya demikian”, tutur kakekku.
Sungguh sebuah perang batin yang tragis, disatu sisi beliau tidak tega meninggalkan rekan dalam keadaan tak berdaya, tetapi dilain pihak tugas memaksa untuk segera bergerak dan mencari induk pasukan yang tercecer.
Hingga tercapainya gencatan senjata dan pengakhiran konfrontasi dengan Belanda, kakek tidak pernah bertemu lagi dengan teman kakek itu, semoga arwahnya tenang di alam sana, dan semua pengorbanan, pengabdian dan perjuangan untuk Ibu Pertiwi diterima oleh-Nya, kakekku mengakhiri ceritanya sambil memandang jauh kedepan..
Tulisan ini dipersembahkan untuk para Pahlawan Trikora yang gugur dalam merebut Irian Barat, yang jasadnya tersebar di lebatnya hutan Irian Barat yang luas.
source, http://www.kaskus.co.id/thread/50fd694c7d1243860300000c/cuplikan-kisah-nyata-satuan-tugas-rajawali-kompi-pemburu/60
===============